Pengertian Sastra^
Secara etimologis kata sastra berasal dari bahasa sansekerta, dibentuk dari akar kata sas- yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran –tra yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk.
Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan atau karangan. Kata sastra ini kemudian diberi imbuhan su- (dari bahasa Jawa) yang berarti baik atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya. Selanjutnya, kata susastra diberi imbuhan gabungan ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang berarti nilai hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya.
Selain pengertian istilah atau kata sastra di atas, dapat juga dikemukakan batasan / defenisi dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra itu bukan hanya sekedar istilah yang menyebut fenomena yang sederhana dan gampang. Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa mempertimbangkan budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra. Sedang orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengar atau membacanya.
Batasan sastra menurut Plato, adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.
Aristoteles murid Plato memberi batasan sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat. Menurut kaum formalisme Rusia, sastra adalah sebagai gubahan bahasa yang bermaterikan kata-kata dan bersumber dari imajinasi atau emosi pengarang. Rene Welleck dan Austin Warren, memberi defenisi bahasa dalam tiga hal
1. Segala sesuatu yang tertulis
2. Segala sesuatu yang tertulis dan yang menjadi buku terkenal, baik dari segi isi maupun bentuk kesusastraannya
3. Sebagai karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan dan bermediumkan bahasa.
Suatu hasil karya baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra apabila di dalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembacanya.
Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam di hati para pembacanya sebagai prwujudan nilai-nilai karya seni. Apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahasanya buruk, karya tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra, begitu juga sebaliknya.
Sastra (Sansekerta , shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Jenis Sastra^
Sastra memiliki beberapa jenis:- Sastra daerah, yaitu karya sastra yang berkembang di daerah dan diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah.
- Sastra dunia, yaitu karya sastra milik dunia yang bersifat universal.
- Sastra kontemporer, yaitu sastra masa kini yang telah meninggalkan ciri-ciri khas pada masa sebelumnya.
- Sastra modern, yaitu sastra yang telah terpengaruh oleh sastra asing(sastra barat).
Secara umum, yang dimaksud teori adalah suatu sistem ilmu atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati.teori berisi konsep/uraian tentang hukum-hukum untuk suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya dan diverifikasi atau dibantah kesahihannya (diversifikasi) pada objek atau gejala-gejala yang diamati tersebut.
Pertama-tama yang diperlukan adalah bahwa istilah yang tepat untuk menyebut teorisastra, baik bahasa Indonesia atau Inggris, belum ditemukan. Akibatnya definisi mengenai hakikat, fungsi dan teori sastra tidak mudah dirumuskan. Bahkan istilah-istilah yang digunakan untuk menyebutkan konsep-konsep yang paling mendasar pun berbeda beda. Antara teori dan ilmu sastra belum ada pembatasan yang jelas. Demikianlah pergelutan sastra menjadi ilmu menjadi hambatan-hambatan yang cukup banyak. Juga dalam hal konsep-konsep keilmuannya (Kuntara Wiryamartana, 1992)
Menurut Wellek dan Warren (1993), sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni. Sedangkan teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan kriteria yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra. Sedangkan studi terhadap karya sastra disebut kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiga bidang ilmu tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan secara erat. Teori sastra hanya dapat disusun berdasarkan studi langsung terhadap karya sastra. Kriteria, kategori, dan skema umum mengenai sastra tidak mungkin diciptakan tanpa berpijak pada karya sastra kongkret. Demikian pula, teori sastra bukan hanya sekadar alat bantu untuk mendukung pemahaman dan apresiasi perorangan terhadap karya sastra (karena ini bukanlah tujuan sebuah ilmu sistematis). Teori sastra justru diperlukan untuk mengembangkan ilmu sastra itu sendiri.
Luxemburg, et.al (1986) menggunakan istilah ilmu sastra dengan pengertian yang mirip dengan teori sastra Wellek dan Warren. Ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari teks-teks sastra secara sistematis sesuai dengan fungsinya di dalam masyarakat. Tugas ilmu sastra adalah meneliti dan merumuskan sastra (sifat-sifat atau ciri-ciri khas kesastraan daan fungsi sastra dalam masyarakat) secara umum dan sistematis. Teori sastra merumuskan kaidah-kaidah atau konvensi-konvensi kesusastraan umum.
Menurut Lefevere (1997), sastra adalah Deskripsi pengalaman kemanusiaan yang memiliki dimensi personal dan sosial sekaligus serta pengetahuan kemanusiaan yang sejajar dengan bentuk hidup itu sendiri. Sastra penting dipelajari sebagai sarana berbagi pengalaman (sharing) dalam mencari dan menemukan kebenaran kemanusiaan.
Berdasarkan pemahaman ini, Lefevere menyatakan bahwa untuk mencari kedalaman (insight) pengalaman kemanusiaan ini diperlukan tidak saja sekedar ‘persepsi’ tetapi lebih dari itu ‘observasi’ persepsi hanya berfungsi sebagai peta yang kita gunakan untuk mencari kebenaran dan kenyataan yang sesungguhnya. Dengan melakukan observasi, kita ikut terlibat secara aktif dan perhatian kita dapat kita arahkan kepada aspek-aspek tertentu yang menarik perhatian kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar